FILSAFAT KONTEMPORER



Oleh Inggriani, 0906557146
           Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata : philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami segala sesuatu secara sistematis, radikal, dan kritis. Orang Yunani senang akan kebijaksanaan yang selalu diarahkan kepada kepandaian secara teoretis dan praktis. Kepandaian yang bersifat teoretis adalah upaya manusia mencari pengetahuan yang penuh dengan gagasan dan ide yang tentunya sejalan dengan cara pikir mereka. Kepandaian yang bersifat praktis adalah upaya mencari pengetahuan yang diarahkan untuk menemukan kegunaan pengetahuan itu.
Berbicara mengenai ilmu maka tidak akan terlepas dari filsafat. Semua ilmu, baik ilmu alam maupun ilmu sosial bertolak dari pengembangannya sebagai filsafat. Perkembangan ilmu pengetahuan terbagi menjadi beberapa periode sejarah yang setiap periodenya memiliki ciri khas masing-masing. Periodisasi perkembangan ilmu pengetahuan dimulai dari peradaban Yunani Kuno, Zaman Pertengahan, Zaman Renaissance, Zaman Modern, dan Kontemporer, secara ringkas disusun sebagai berikut:
  1. Yunani Kuno
    Zaman Yunani Kuno merupakan awal kebangkitan filsafat secara umum karena menjawab persoalan disekitarnya dengan rasio dan meninggalkan kepercayaan terhadap mitologi atau tahyul yang irrasional.
  2. Zaman Pertengahan
    Pada masa ini, para ilmuwannya hampir semua adalah teolog, sehingga aktivitas ilmiah berkaitan dengan aktivitas keagamaan. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah ancilla theologia atau abdi agama.
  3.  Zaman Renaissance
    Renaissance berarti lahir kembali (rebirth), yaitu dilahirkannya kembali sebagai manusia yang bebas untuk berpikir. Zaman ini menjadi indikator bangkitnya kembali independensi rasionalitas manusia, karena sudah tercatat banyaknya penemuan spektakuler, seperti teori heliosentris oleh Copernicus, yang merupakan pemikiran revolusioner, dan kemudian didukung oleh Johanes Kepler (1571 – 1630) dan Galileo Galilei (1564 – 1642).
  4. Zaman Modern
    Dikenal juga sebagai masa Rasionalisme, yang tumbuh di zaman modern dengan tokoh utama, yaitu Rene Descartes (1596 – 1650) yang dikenal sebagai Bapak Filsafat Modern, Spinoza (1633 – 1677), dan Leibniz (1646 – 1716). Descartes memperkenalkan metode berpikir deduktif logis yang umumnya diterapkan untuk ilmu alam.
  5. Kontemporer
    Zaman Kontemporer dimulai pada abad ke 20 hingga sekarang. Filsafat Barat kontemporer memiliki sifat yang sangat heterogen. Hal ini disebabkan karena profesionalisme yang semakin besar. Sebagian besar filsuf adalah spesialis di bidang khusus, seperti matematika, fisika, sosiologi, dan ekonomi. Akan tetapi bidang fisika menempati kedudukan paling tinggi dan paling banyak dibicarakan oleh para filsuf. Menurut Trout, fisika dipandang sebagai dasar ilmu pengetahuan yang subjek materinya mengandung unsur-unsur fundamental yang membentuk alam semesta.
            Aliran-aliran terpenting yang berkembang dan berpengaruh pada abad 20 adalah pragmatisme, vitalisme, fenomenologi, eksistensialisme, filsafat analitis, strukturalisme, postmodernisme, dan semiotika.
  1. PRAGMATISME
Aliran ini sangat terkenal di Amerika Serikat. Pragmatisme mengajarkan bahwa sesuatu hal yang benar adalah sesuatu yang akibatnya bermanfaat secara praktis. Jadi, pragmatisme memakai akibat-akibat praktis dari pikiran dan kepercayaan sebagai ukuran untuk menetapkan nilai kebenaran. Kelompok ini bersikap kritis terhadap sistem-sistem filsafat sebelumnya seperti bentuk – bentuk aliran materialisme, idealisme, dan realisme. Mereka berpendapat bahwa filsafat pada masa lalu telah keliru karena mencari hal – hal yang mutlak, yang ultimate.
Tokoh yang terpenting dalam aliran ini adalah William James (1842-1910). Pragmatisme pertama kali diumumkan dalam sebuah kuliah di Berkeley pada tahun 1898, berjudul Philosophical Conceptions and Practical Results”. Sumber-sumber lanjutan mengenai pragmatisme disampaikan di Wellesley College pada tahun 1905, Lowell Institute, dan Columbia University pada tahun  1906 dan 1907.
Pragmatisme yang muncul dalam bukunya terbagi menjadi enam hal : temperamen filosofis, teori kebenaran, teori makna, holistik tentang pengetahuan, pandangan metafisika, dan metode penyelesaian sengketa filosofis.
James memandang pemikirannya sebagai kelanjutan dari empirisme Inggris, namun empirismenya bukan merupakan upaya untuk menyusun kenyataan berdasarkan atas fakta – fakta lepas sebagai hasil pengamatan. Tetapi, kebenaran merupakan suatu proses, suatu ide dapat menjadi benar apabila didukung oleh akibat – akibat atau hasil dari ide tersebut. Oleh karena itu, kebenaran baru menjadi sesuatu yang real setelah melalui verifikasi praktis.
    1. VITALISME
Vitalisme berpandangan bahwa kegiatan organisme hidup digerakkan oleh daya atau prinsip vital yang berbeda dengan daya-daya fisik. Aliran ini timbul sebagai reaksi terhadap perkembangan ilmu teknologi serta industrialisme, di mana segala sesuatu dapat dianalisa secara matematis.
Henri Bergson
Tokoh terpenting dalam vitalisme adalah Henri Bergson (1859-1941). Ia adalah salah satu filsuf yang paling terkenal dan berpengaruh di Perancis pada akhir abad 19 – awal abad 20. Meskipun ketenaran secara internasional cukup tinggi selama masa hidupnya, tetapi setelah Perang Dunia kedua pengaruhnya mengalami penurunan. Para pemikir Perancis, seperti Merleau-Ponty, Sartre, dan Levinas secara eksplisit mengakui pengaruhnya terhadap pemikiran mereka. Mereka pada umumnya sepakat bahwa Gilles Deleuze (1966) Bergsonism, menandai kebangkitan secara luas serta meningkatnya minat dalam karya Bergson. Deleuze menyadari bahwa kontribusi terbesar Bergson bagi pemikiran filsafat adalah konsep keanekaragaman. Filsafat Bergson merupakan dualistik: dunia mengandung dua kecenderungan yang berlawanan: gaya hidup (Elan vital) dan perlawanan dari dunia materi terhadap gaya. Manusia dapat mengetahui masalah dengan kepandaiannya. Mereka merumuskan doktrin ilmu pengetahuan dan melihat hal-hal yang ditetapkan sebagai unit terpisah di dalam ruang. Hal yang berlawanan dengan kepandaian adalah intuisi, yang berasal dari naluri yang lebih rendah. Intuisi memberi kita isyarat dari gaya hidup yang melingkupi semua hal. Intuisi merasakan realitas waktu: bahwa durasi diarahkan dalam hal hidup dan tidak dapat dibagi atau diukur. Durasi ini ditunjukkan oleh fenomena memori.
    1. FENOMENOLOGI
Fenomenologi berasal dari kata phenomenon yang berarti gejala atau apa yang tampak. Jadi, fenomenologi adalah ilmu yang mempelajari apa yang tampak atau apa yang menampakkan diri. Fenomenologi dirintis oleh Edmund Husserl .
Edmund Husserl (1859-1938) adalah pendiri aliran fenomenologi yang telah mempengaruhi pemikiran filsafat abad 20 secara mendalam. Baginya, fenomena adalah realitas sendiri yang tampak, tidak ada selubung atau tirai yang memisahkan subjek dengan realitas, realitas sendiri yang tampak bagi subjek. Husserl mengatakan bahwa apa yang dapat kita amati hanyalah fenomena bukan sumber dari gejala itu sendiri dan dari apa yang kita amati. Terdapat beberapa hal yang membuatnya tidak murni sehingga perlu diakan reduksi. Langkah – langkah yang harus dilakukan adalah melakukan reduksi fenomenologi dan reduksi Eiditis.
Pada reduksi tingkat pertama, ada tiga hal yang perlu dilakukan :
  1. Membebaskan diri dari unsur subjektif
  2. Membebaskan diri dari kungkungan teori-teori, dan hipotesis-hipotesis
  3. Membebaskan diri dari doktrin-doktrin tradisional
Setelah mengalami reduksi Fenomenologi, fenomena yang kita amati telah menjdai fenomena yang murni. Akan tetapi, belum mencapai hal yang mendasar atau makna yang sebenarnya. Oleh karena itu, dilakukanlah reduksi kedua, yaitu reduksi Eiditis. Melalui reduksi kedua, fenomena yang kita amati mampu mencapai inti atau esensinya.                                    Pandangan Husserl mengenai fenomena ini, ia telah mengadakan semacam revolusi dalam filsafat barat. Sejak masa Descrates, kesadaran selalu diartikan sebagai kesadaran yang tertutup, artinya kesadaran mengenal diri sendiri merupakan satu – satunya jalan untuk mengenal realitas. Namun, Husserl berpendapat bahwa kesadaran terarah kepada realitas, sama artinya dengan realitas menampakan diri sendiri.

    1. EKSISTENSIALISME
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal kepada eksistensi. Sebenarnya, istilah eksistensialisme tidak menunjukan suatu sistem filsafat secara khusus. Eksistensi adalah cara berada di dunia. Benda mati dan hewan tidak menyadari keberadaannya di dunia ini. Akan tetapi manusia sadar hal tersebut. Itulah sebabnya, segala sesuatu mempunyai arti sejauh masih berkaitan dengan manusia. Dengan kata lain, manusia memberikan arti kepada segala hal.
Ada beberapa hal yang dapat mengidentifikasikan ciri dari aliran eksistensialisme ini :
  1. Eksistensialisme adalah pemberontakan dan protes terhadap rasionalisme dan masyarakat modern, khususnya terhadap idealisme Hegel.
  2. Eksistensialisme adalah suatu proses atas nama individualis terhadap konsep-konsep, filsafat akademis yang jauh dari kehidupan konkrit.
  3. Eksistensialisme juga merupakan pemberontakan terhadap alam yang impersonal (tanpa kepribadian) dari zaman industri modern dan teknologi, serta gerakan massa.
  4. Eksistensialisme merupakan protes terhadap gerakan-gerakan totaliter, baik gerakan fasis, komunis, yang cenderung menghancurkan atau menenggelamkan perorangan di dalam kolektif atau massa.
  5. Eksistensialisme menekankan situasi manusia dan prospek (harapan) manusia di dunia.
  6. Eksistensialisme menekankan keunikan dan kedudukan pertama eksistensi, pengalaman kesadaran yang dalam dan langsung.
Filsafat ini bertitik tolak kepada manusia konkret, manusia yang bereksistensi. Dalam kaitan dengan ini mereka berepndapat bahwa pada manusia, eksistensi mendahului esensi.
Tokoh yang penting dalam filsafat eksistensialisme adalah Martin Heidegger dan Jean-Paul Sartre.
Martin Heidegger (1883-1976)
Martin Heidegger adalah salah satu filsuf yang paling asli dan penting pada abad ke-20, tetapi ia juga yang paling kontroversial. Pemikirannya telah memberikan sumbangan untuk beberapa bidang yang berbeda, seperti fenomenologi (Merleau-Ponty), eksistensialisme (Sartre, Ortega y Gasset), hermeneutika (Gadamer, Ricoeur), teori politik (Arendt, Marcuse), psikologi (Bos, Binswanger, Rollo May), teologi (Bultmann, Rahner, Tillich), dan postmodernisme (Derrida). Perhatian utama dari seorang Heidegger adalah ontologi. Dalam karyanya, “Being dan Time”, ia mencoba untuk mengakses being (Sein) dengan melalui analisis fenomenologis tentang eksistensi manusia (Dasein) yang berkenaan ke karakter duniawi dan sejarah manusia. Dalam karya-karyanya berikutnya, Heidegger menekankan nihilisme masyarakat teknologi modern, dan berusaha untuk memenangkan tradisi filsafat Barat kembali ke pertanyaan yang ada. Ia meletakkan penekanan pada bahasa sebagai jalan untuk membuka pertanyaan tersebut. Tulisannya yang sangat sulit. Namun, Being and Time tetap masih yang paling berpengaruh.
John-Paul Sartre (1905-1980)
John-Paul Sartre adalah seorang atheis dan satu – satunya filsuf kontemporer yang menempatkan kebebasan pada titik yang sangat ekstrim. Ia berpendapat bahwa manusia itu bebas atau sama sekali tidak bebas. Tentang kebebasan, Sartre mengatakan. ”Manusia bebas. Manusia adalah kebebasan.” Ia berpendapat bahwa kebabasan bukan merupakan ciri tetapi manusia itu sendiri.
Konsep kebebasan ini membawa Sartre kepada penolakan akan Allah. Kalau ada Allah, maka Allah sudah mengetahui esensi dari manusia, manusia tidak lagi bebas. Manusia akan melakukan apa yang sudah ditentukan oleh Allah. Tetapi, hal tersebut tidak mungking karena pada manusia, eksistensi mendahului esensi. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa tidak ada Allah.
Dalam bukunya yang berjudul, “Existentialism and humanism”, Sartre memberikan tanggapan kepada orang – orang yang mengatakan  eksistensialisme adalah atheism bahwa eksistensialisme sama sekali bukan atheisme yang menolak adanya Allah. Namun, seandainya Allah ada, hal itu sama sekali tidak mengubah apa – apa.
4.      FILSAFAT ANALITIS
Bertrand Russell
Filsafat analitis atau filsafat bahasa merupakan reaksi terhadap idealisme, khususnya Neohegelianisme. Para penganutnya menyibukkan diri dengan menganalisa bahasa dan konsep-konsep. Aliran ini muncul di Inggris dan Amerika Serikat sekitar tahun 1950. T okoh penting dalam filsafat ini adalah Bertrand Russell, Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Gilbert Ryle, dan John Langshaw Austin.
5.      STRUKTURALISME
Strukturialisme muncul di Prancis pada tahun 1960, dan dikenal pula dalam linguistik, psikiatri, dan sosiologi. Strukturalisme pada dasarnya menegaskan bahwa masyarakat dan kebudayaan memiliki struktur yang sama dan tetap. Berbeda dengan filsafat eksistensialisme yang menekankan pada peranan individu, strukturialisme memandang manusia “terkungkung” dengan berbagai struktur di sekelilingnya. Maka kaum strukturalis menyibukkan diri dengan struktur – struktur tersebut.
Secara garis besar ada dua pengertian pokok yang sangat erat kaitannya dengan strukturalisme sebagai aliran filsafat.
           Strukturalisme adalah metode atau metodologi yang digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu kemanusiaan dengan bertitik tolak dari prinsip-prinsip linguistik.
           Strukturalisme merupakan aliran filsafat yang hendak memahami masalah yang muncul dalam sejarah filsafat. Di sini metodologi struktural dipakai untuk membahas tentang manusia, sejarah, kebudayan dan alam, yaitu dengan membuka secara sistematik struktur-struktur kekerabatan dan struktur-struktur yang lebih luas dalam kesusasteraan dan dalam pola-pola psikologik tak sadar yang menggerakkan tindakan manusia.
Tokoh – tokoh yang memiliki peranan penting dalam filsafat strukturialisme adalah Levi Strauss, Jacques Lacan, dan Michel Foucault.
Claude Levi Strauss
Dalam karya klasik tentang kaitan antara kekerabatan dan pertukaran, “The Elementary Structures of Kinship”, tahun 1949, memperkenalkan dua aspek penting antropologi Levi Strauss. Yang pertama adalah prinsip yang mengatakan bahwa kehidupan social dan cultural tidak bisa dijelaskan secara unik oleh satu versi fungsionalisme. Aspek penting lain dalam pendekatan Strauss adalah lingkup. Bila banyak peneliti social membatasi penafsiran tentang kehidupan sosial pada masyarakat tententu yang mereka teliti, Levi Strauss menggunakan pendekatan universalis. Ia berpendapat bahwa setiap masyarakat atau kultur menampilkan ciri – ciri yang juga banyak terdapat pada kultur lain karena ini yakin bahwa yang membentuk manusia adalah dimensi kultural, bukan alam. Struktur simbolik kekerabatan, bahasa, dan pertukaran barang menjadi kunci mengenai pemahaman kehidupan sosial, bukan biologi.
Bagi Strauss, “struktur” itu tidak identik dengan struktur empiris suatu masyarakat tertentu, struktur itu tidak ada dalam realitas yang tampak. Dari ini, terdapat kemenduaan Strauss antara jenis strukturalisme yang melihat struktur sebagai suatu model abstrak yang dihasilkan dari analisis terhadap suatu fenomena dengan pengertian struktur sebagai yang bersifat terner, yaitu yang secara inheren mengandung sifat dinamis.
Jacques Lacan
Lacan membaca ulang karya Freud untuk  meninjau ulang teori tentang subjektivitas dasn seksualitas dan menghidupkan kembali sekumpulan konsep. Kemudian Lacan mengemukakan pandangannya bahwa yang paling mneghambat pengetahuan tentang ciri revolusioner dan subversif. Karya – karya Freud adalah pandangan bahwa ego merupakan hal yang terpenting untuk memahami perilaku manusia.
Dengan penekanan strukturalis pada bahasa sebagai suatu sistem perbedaan tanpa pengertian positif, Lacan menonjolkan pentingnya bahasa dalam karya Freud. Bahasa juga memegang peranan penting dalam suatu wawancara psikoanalitis. Akan tetapi, bahasa bukan hanya pembawa informasi dan pikiran; bukan hanya medium komunikasi. Lacan berpendapat bahwa faktor yang membuat komunikasi cacat itu juga penting. Kesalahpahaman, kekacauan, resonansi, dan berbagai macam kekacauan inilah yang memungkinkan Lacan mengungkapkan aforismenya yang terkenal : “Kesadaran itu terstruktur seperti bahasa.” Oleh karena itu, ketidaksadaran inilah mengganggu komunikasi, bukan secara kebetulan melainkan mengikuti suatu keteraturan struktural.
Michel Foucault (1926-1984)
Dalam resume pertamanya yang berjudul, “ The Will to Truth” yang membahas praktek – praktek diskurtif, ia mengatakan :
Kelompok – kelompok yang teratur sekarang tidak berkesesuaian dengan karya-karya individu. Meskipun muncul dan untuk pertama kali menjadi jelas dalam salah satu dari mereka, ini berkembang cukup luas di luar mereka dan sering menyatukan beberapa kelompok. Akan tetapi, mereka tidak selalu bersesuaian dengan yang biasa kita sebut ilmu atau disiplin meskipun untuk sementara memiliki perbatasan yang sama (Foucault, 1970-1982: 10).
Penjelasan ini menggambarkan ciri inovatif dan individualis dari karyanya. Oleh sebab itu, ia mengarahkan bahwa kita tidak dapat mereduksi praktek – praktek deskursif menjadi disiplin akademik. Akan tetapi, praktek diskurtif adalah sebuah keteraturan yang muncul dalam fakta artikulasi itu sendiri. Keteraturan suatu diskursus itu bersifat tidak sadar.
6.      SEMIOTIKA
Semiotika adalah teori tentang tanda dan penandaan. Seorang ahli semiotika seperti Barthes dalam awal pemikirannya melihat kehidupan sosial dan kultural dalam kerangka penandaan. Melalui pendekatan semiotika yang didasarkan atas kerangka linguistik Saussurean, kehidupan sosial menjadi pertarungan demi prestige dan status; atau bisa juga ia menjadi tanda pertarungan ini. Semiotika juga mempelajari bagaimana tanda melakukan penandaan.
Roland Barthes
Barthes adalah seorang ahli semiotika, seorang yang melihat bahasa sebagai yang dimodelkan oleh teori Saussure tentang tanda yang melandasi pemahaman structural kehidupan sosial dan kultur. Karya – karya Barthes sangat beragam, berkisar dari teori semiotika, esai kritik sastra, telaah psikobiografis serta karya–karya yang lebih bersidat pribadi. Gaya bahasa personifikasi menjadi ciri khas dalam karyanya lebih lanjut.
Ferdinand de Saussure
Saussurre adalah seorang bapak strukturalisme dan linguistik. Hal pokok pada teorinya adalah prinsip yang mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem tanda, dan setiap tanda itu tersusun dari dua bagian: penanda dan yang ditanda. Konsepnya mengenai tanda menunjuk ke-otonomi relatif bahasa dalam kaitannya dengan realitas. Bahkan, secara lebih mendasar Saussure mengungkapkan suatu hal yang bagi kebanyakan orang modern menjadi prinsip yang paling berpengaruh terhadap teori linguistiknya: hubungan penanda dengan yang ditanda adalah sembarang dana berubah – ubah. Berdasarkan prinsip tersebut, bahasa tidak lagi dianggap muncul dalam etimologi dan filologi, tetapi bias ditangkap dengan sangat baik melalui cara bagaimana bahasa tersebut mengutarakan perubahan.
7.      POSTMODERNISME
Postmodernisme, sangat popular pada penghujung abad ke-20 dan merambah ke berbagai bidang dan disiplin filsafat dan ilmu pengetahuan. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap modernisme dengan segala dampaknya.  Modernisme dimulai oleh Rene Descrates, dikokohkan oleh zaman pencerahan (Aufklaerung), dan kemudian mengabdikan diri melalui dominasi sains dan kapitalisme. Dalam modernisme, filsafat berpusat pada epistemologi yang bersandar pada gagasan tentang subjektivitas dan objektivitas murni yang saling terpisah. Modernisme mempunyai gambaran dunia sendiri yang ternyata membawa berbagai dampak buruk, yakni objektifikasi alam secara berlebihan dan pengurasan semena – mena yang berakibat kepada krisis ekologi, militerisme, kebangkitan kembali tribalisme, dan manusia cenderung menjadi objek karena pandangan modern yang objektivistis dan positivistis. Postmodernisme berupaya untuk mempertanyakan suatu epistemologi modernis yang didasarkan atas pembedaan subjek dan objek secara jelas. Selain itu, hal lain terkait dengan postmodernisme adalah adanya ketidakpercayaan kepada metanarasi (Lyotard) – yang berarti tidak adanya penjelasan global tentang perilaku yang bisa dipercaya dalam zaman rasionalitas yang bermuatan tujuan. Selain itu teknologi dilihat sebagai yang menuju ke penitikberatan pada reproduksi. Ciri terpenting dalam postmodernisme adalah relativisme dan mengakui pluralitas. Menurut para postmodernis, tidak ada suatu norma yang berlaku umum. Setiap bagian memiliki keunikan tersendiri sehingga tidak dapat menerima pemaksaan penyeragaman. Tokoh yang dianggap memperkenalkan Postmodernisme adalah Francois Lyotard, lewat bukunya, “The Postmodern Condition: A Report on Knowledge.” Di sini pengertian masyarakat sebagai suatu bentuk kesatuan sudah hilang kredibilitasnya. Masyarakat sebagai kesatuan sudah tidak biasa dipercaya delam kaitannya dengan “ketidakyakinan terhadap metanarasi”. Metanarasi semacam itu memberikan suatu Teleologi yang memberikan pengesahan baik kepada ikatan sosial maupun peranan ilmu dan pengetahuan yang terkait kepadanya. Dalam tataran yang lebih teknik, suatu ilmu dianggap modern apabila ia berusaha memberikan pengesahan kepada aturan – aturannya sendiri kepada suatu metanarasi, sebuah narasi yang berada di luar lingkungan kompetensinya. Postmodernisme memperlihatkan dua buah sasaran, metanarasi yang cukup berpengaruh dan gagasan yang mengatakan bahwa pengetahuan itu dipandang sebagai subjek manusia yang berupaya menemukan kebebasan, mulai bersaing, dan lebih jauh lagi, tidak ada bukti dasar yang dapat digunakan untuk menyelesaikan perdebatan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Letche, John. 2001. 50 Filsuf Kontemporer : Dari Strukturalisme sampai Postmodernitas. Yogyakarta : Kanisius.
Muntansyir, Rizal, dkk. 2004. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar