FILSAFAT ZAMAN PERTENGAHAN



1.      Zaman Skolastik


Sebutan Skolastik berasal dari kata latin scholasticus yang bermakna; “guru”. Karena dalam pengajaran pada periode ini diajarkan dalam sekolah-sekolah biara, Universitas-Universitas menurut suatu kurikulum yang tetap dan yang bersifat internasional[1]. Nama skolastik menunjuk besarnya peranan sekolah-sekolah (termasuk universitas) dan biara-biara dalam perkembangan pemikiran-pemikiran filsafat. Masa Skolastik dimulai setelah Filsafat mengalami masa kemandegan karena situasi politik yang tak stabil. Abad VI dan VII memang ditandai kekacauan. Selain perpindahan bangsa-bangsa[2], kerajaan Romawi mengalami keruntuhan akibat serbuan bangsa-bangsa barbar. Dengan keruntuhan kekaisaran Romawi, peradabannya pun runtuh.
Sejak pemerintahan Karel Agung (742-814), keadaan mulai pulih. Kegiatan intelektual mulai bersemi kembali. Ilmu pengetahuan, Kesenian, dan filsafatpun mendapat angin baru. Peran utama pada mulanya di mainkan oleh biara-biara tua di Galia selatan, tempat pengungsian ketika terjadi perpindahan bangsa-bangsa.
Masa skolastik mencapai puncak kejayaan pada abad XIII. Di masa ini filsafat masih dikaitkan dengan teologi. Tetapi sudah menemukan tingkat kemandirian tertentu. Hal ini disebabkan oleh dibukanya universitas-universitas baru, berkembangnya ordo-ordo baru, disebarluaskannya karya-karya filsafat yunani.
Patut diberi catatan khusus karya-karya filsafat Yunani, karena inilah faktor terpenting bagi perkembangan intelektual dan filsafat. Karya-karya filsafat itu terutama Aristoteles, yang praktis belum dikenal di barat. Memang karya Aristoteles sudah di kenal, tapi terbatas pada logika.
Masuknya filsafat Aristoteles di Barat dimungkinkan lewat filsuf-filsuf Arab, terpenting di antaranya ialah Ibn Sina atau Avicena, dan Ibn Rusyd atau Averroes. Dapat juga di sebut beberapa filsuf Yahudi, terpenting diantaranya ialah Salomon Ibn Geribol Avicebron, dan Moes Maimunides. Sedangkan Averroes merupakan pengagum dan menulis banyak komentar tentang pemkiran Aristotelian. Sebab iu ia juga sering disebut Sang Komentator.
Karya-karya Aristoteles tidak saja diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Latin (setelah sebelumnya diterjemahkan dari bahasa Yunani ke bahasa Arab oleh filsuf-filsuf Arab), tetapi juga diterjemahkan langsung dari bahasa Yunani ke bahasa Latin. Seorang penerjemah terpenting adalah Gulielmus dari Moerbeke, yang bekerja untuk Thomas Aquinas.
Apa pemtingnya keberadaan karya-karya Aristoteles di dunia Barat? Suasana intelektual mulai berubah. Sebelumnya, kehidupan intelektual sangat kental dengan pemikiran kristen. Kehadiran karya-karya Aristoteles itu memberikan nuansa baru. Orang-orang berhadapan dengan karya-karya nonkristen. Tugas filsafat dan teologi adalah mendamaikan alam pikiran baru itu dengan ajaran kristen, khusunya alam pikiran Agustinus yang mendominasi sebelumnya.

Diantara tokoh-tokoh penting pada masa perkembangan filsafat pada era skolastik seperti Ibn Sina atau dalam bahasa Latin sering disebut avicena, kemudian Ibn Rusyd atau Averroes, dal lain-lain masih banyak lagi.

2.      Renaissance
   
            Kata ini berasal dari bahasa prancis dan berarti kelahiran kembali. Maksudnya                          usaha untuk menghidupkan kembali kebudayaan Yunani dan Romawi klasik. Dalam sastra lahirah humanisme, yang juga mencari inspirasinya pada sastra Yunani dan Romawi. Renaissance ditandai oleh lahir kembali di beragai ilmu, seperti ilmu sastra kesenian, filsafat, dan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan berkembang pesat berdasarkan metode eksperimental.

Berkembangnya penemuan empiris merupakan salah satu ciri renaissance. Oleh karena itu, ciri selanjutnya adalah munculnya sains. Didalam filsafat, tidak begitu menghasilkan penemuan dibandingkan dengan sains dan seni. Perkembangan sains ini dipacu lebih cepat setelah Descarte mengemukakan rasionalisme. Sejak itu, dan juga telah di mulai sebelumnya, yaitu sejak permulaan renaissance, sebenarnya individualisme dan humanisme telah dicanangkan Oleh Descartes memperkuat idea-idea ini individualisme dan humanisme merupakan ciri renaissance yang penting. Humanisme merupakan pandangan bahwa manusia dapat mengatur dunia dan dirinya. Ini suatu pandangan yang tidak menyenangkan bagi orang-orang ahli dibidang agama[3].

Nicolas Copernicus, Johannes Kapler, dan Galileo Galilei adalah contoh ilmuwan yang membawakan wawasan baru dengan penemuan yang penting. Copernicus, berdasarkan penyelidikannya menemukan bahwa pandangan geosentris yang dianggap benar selama berabad-abad sebelumnya ternyata salah. Menurut Copernicus tentang heliosentrisme. Di bidang filsafat, peletak dasar filsafat zaman renaissance adalah Francis Bacon.

Jadi, Zaman Modern filsafat didahului oleh renaissance. Sebenarnya secara essensial zaman renaissance tidak jauh beda dengan zaman modern. Tokoh pertama filsafat modern adalah Descartes. Pada filsafatnya kita menemukan ciri renaissance tersebut. Ciri itu antara lain ialah menghidupkan kembali rasionalisme Yunani (renaissance), individualisme, humanisme, lepas dari dogma-dogma agama dan lain-lain. Sekalipun demikian, para ahli lebih menhyukai Descartes sebagai tokoh rasionalisme. Penggelaran yang tidak salah, tetapi bukanlah Descartes yang dapat dianggap senagai tokoh rasionalisme. Rasionalis pertama dan serius pada zaman modern memang Descartes.

3.      Zaman Aufklaerung

Aufklaerung berarti pencerahan (istilah bahasa inggris untuk ini adalah enlightment). Dinamakan demikian karena pada periode ini manusia mencari cahaya baru dalam rasionya. Keadaan sebelum ini sering diumpamakam separti keadaan belum akil baligh, di mana mansusia kurang menggunakan akal budinya.

Salah satu ciri terpenting zaman Aufklaerung adalah perkembangan pesat ilmu pengetahuan. Dalam fisika kita kenal ilmuwan besar seperti Isaac Newton. Karena rasio mendapat tempat terhormat dan menjadi pusat perhatian, maka orang mulai meragukan wahyu dan otoritas agama. Mudah dimengerti, mengapadi prancis muncul sikap antikristianisme dan antiklerikianisme.

Agama kristen, sebelum periode ini, memainkan peranan sangat menentukan. Akal budi tidak diingkari, tetapi diletakkan sebagai pendukung iman dan wahyu. Penjelasan apapun yang tidak sesuai dengan iman dianggap tidak benar. Tempat para klerus dalam lingkungan yang memberi tempat penting kepada agama memang sangat istimewa. Oleh sebab itu, pada masa pencerahan, orang tak mau tunduk lagi kepada otoritas agama. Mulai bekembang pemikiran-pemikiran bebas. Aufklearung merintis jalan menuju revolusi prancis 1789.

Tokoh terpenting filsafat masa pencerahan ialah George Berkeley dan David Hume (Inggris), Voltaire dan Jean-Jacques Rousseau (Prancis), dan emmanuel kant (Jerman). Filsuf paling penting untuk periode ini adalah Immanuel Kant.

Seperti dikatakan di atas, Kant berusaha mendamaikan pandangan rasionalisme dan empirisme. Menurut Kant, peran rasio dan pengalaman sama pentingnya dalam proses mengetahui. Pengalaman indera ia nama  aposteriori, sedangkan akal budi apriori. Kant berpendapat bahwa pengetahuan selalu merupakan hasik sentese unsur akal budi dan pengalaman. Akal budi sendiri tidak dapat dipercaya begitu saja, demikian pula pengalaman indera. Ikita mengalami bahwa indra banyak kali menipu, kita melihat mentari sebagai benda lamgit cahaya yang kecil, padahal dalam kenyataannya matahari adalah badan angakasa yang sanga besar. Oleh karena itu hasil pengamatan indra harus diteguhkan oleh akal[4].


BAB III
KESIMPULAN

Pengembaraan filsafat pada era skolastik mula-mula menjadi sebuah batu loncatan menuju pencerahan setelah bertahun-tahun kegiatan berfilsafat dibengkakkan oleh kebuntuan pada dogma-dogma ajaram kristiani, namun para pemikir Islam mencoba mengembalikan kejayaan era bersinarnya filsafat kembali. sebutlah Ibn Rusyd salah satu nama yang ikut berjuang dalam menancapkan keutamaan akal budi pada tingkatan terhormat. Padahal sebelum dari ada perjuangan para filsuf Arab, rasio seakan dibekukan agar tidak melangkahi ajaran-ajaran agama kala itu yang terlalu mendiskriminasi potensialitas manusia akan adanya akal budi. Cikal bakal dari pemberontakan pada era gelapnya filsafat, dengan dicetuskannya pandangan humanisme, bahwa manusia mampu mengatur dunianya dan dirinya sendiri, namun ada batas-batasan tersendiri.

Renaissance dan Aufklearung sedikit ada persamaan karena pandangan awal pembuka pada zaman renaissance dan aufklarung yaitu di titik beratkan pada rasionalis, perbedaannya hanyalah corak pandang tapi tetap berangkat pada rasionalitas. Contoh saja pada zaman renaissance mula-mula ada pandangan mengenai humanisme, suatu pandangan yang mengutamakan manusia yang memiliki otoriter sendiri nutuk mengatur dirinya, sedangkan pada zaman aufklearung terdapat pandangan idealisme; melihat kebenaran ditinjau dari kebenaran subjektif, bukan kebenaran objektif, kebenaran bukanlah dilihat dari segi materi (objektif) akan tetapi ditinjau dari subjektif obsolut atau dalam islam disebut Allah.       







DAFTAR PUSTAKA
Tafsir Ahmad, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pengantar Filsafat, Surabaya;  IAIN Sunan Ampel Press, 2011-11-27
Rakhmat Loanes, Sokrates dalam Tetralogi Plato(Euthyfro, Aplogi, Krito, Faedo), Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009 



[1] Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pengantar Filsafat, Surabaya;  IAIN Sunan Ampel Press, 2011-11-27
[2] Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pengantar Filsafat, Surabaya;  IAIN Sunan Ampel Press, 2011-11-27

[3] Tafsir Ahmad, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005
[4] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar